Pajak Bagi Yayasan dan Organisasi Nirlaba Lainnya

Di Indonesia juga banyak ditemukan yayasan dan organisasi nirlaba yang bersifat sosial. Apakah mereka juga harus membayar pajak, padahal tidak bersifat profit? Kita simak penjelasan berikut ini.

Memahami definisi Yayasan dibentuk berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.Menurut undang-undang, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Hal-hal prinsip yang perlu dipahami tentang Yayasan adalah sebagai berikut

  • Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.
  • Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannnya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha, dengan syarat sebagai berikut.
  1. Sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan.
  2. Bentuk usaha tempat investasi bersifat perspektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
  3. Anggota pembina, pengurus, dan pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai anggota direksi atau pengurus dan anggota dewan komisaris atau pengawas dari badan usaha.
  • Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus, dan pengawas.
  • Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan undang-undang, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas, kecuali:
  1. Bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas.
  2. Melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.
  • Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. Selain itu kekayaan yayasan dapat diperoleh dari hal-hal berikut ini.
  1. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat.
  2. Wakaf.
  3. Hibah.
  4. Hibah wasiat.
  5. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar Yayasan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan undang-undang, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas.

Aspek dan Teknis Perpajakan

Menurut UU PPh, Yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi wajib pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, Yayasan tetap menjadi wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak. Sebagai contoh, Yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban Yayasan sama dengan bentuk usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri. Hal umum yang perlu diperhatikan yayasan dan organisasi nirlaba adalah sebagai berikut.

  • Mendaftar sebagai wajib pajak dan memberikan penjelasan tentang tujuan, kegiatan utama, karakteristik yayasan. Hal ini untuk memastikan jenis pajak yang menjadi kewajiban kita.
  • Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Ketentuan ini dijalankan apabila usaha pokoknya melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak sesuai UU PPN.
  • Menyelenggarakan pembukuan sesuai kaidah pembukuan yang berlaku. Dalam menghitung penghasilan netto diperkenankan mengurangkan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha (perhatikan pasal 6 ayat 1 dan pasal 9 ayat 1 UU PPh). Penyusutan/amortisasi juga bisa menjadi faktor pengurang (perhatikan pasal 11 dan 11A UU PPh).
  • Yayasan atau organisasi nirlaba tidak serta merta dapat menikmati berbagai fasilitas pengecualian oleh undang-undang perpajakn jika tidak memenuhi kriteria. Sebagai contoh, sebuah “Yayasan” yang tidak mengindahkan undang-undang tentang Yayasan tentu saja berdampak bahwa “Yayasan” menjadi sekadar nama bukan sebagai bentuk usaha dan diperlakukan sebagaimana perusahaan pada umumnya.
  • PBB tidak dikenakan terhadap objek pajak yang digunakan untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, serta yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Hal-hal Khusus yang Perlu Diperhatikan oleh Yayasan

  • Bidang pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan.
  1. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya, dalam jangka waktu paling lama empat (4) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.
  2. Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.
  3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud angka 2 disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam jangka waktu empat (4) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.
  4. Apabila nyata-nyata nirlaba, atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima bukan merupakan objek PPh, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Badan sosial termasuk Yayasan dan Koperasi yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan kegiatan berikut ini.
  1. Pemeliharaan kesehatan.
  2. Pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo).
  3. Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat.
  4. Santunan dan atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya.
  5. Pemberian beasiswa.
  6. Pelestarian lingkungan hidup.
  7. Kegiatan sosial lainnya, yang tidak mencari keuntungan.

Atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima bukan merupakan objek PPh, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.