Pengelolaan Uang Muka 3 : Menggunakan Bank atau Kas?

Pada bagian 2 yang lalu, kita telah bersama-sama memahami bahwa berdasarkan perbandingan antara jumlah dana yang diterima dan jumlah dana yang benar-benar dikeluarkan, maka akan terdapat 3 jenis kemungkinan laporan pertanggungjawaban uang muka, yaitu : ‘PJUM = UM’, ‘PJUM < UM’ dan ‘PJUM > UM’.

Bagian ini akan dimulai dengan pertanyaan dasar : dari mana uang muka dikeluarkan? Mungkin ada yang menjawab dari Bank dan ada juga yang menjawab bisa dari Bank, tapi bisa juga dari Kas. Kas disini secara umum bisa dikategorikan sebagai Kas Kecil.

Bagaimana yang ideal? Idealnya, untuk menjaga terbangunnya sistem pengendalian internal yang baik, pengeluaran/pemberian uang muka harus melalui bank. Tidak melalui Kas Kecil. Jadi ketika PUM (Permohonan atau Permintaan Uang Muka) disetujui oleh pihak otorisator, maka bagian keuangan akan melanjutkan prosesnya ke prosedur pengeluaran dana melalui bank.

Untuk kepentingan pengendalian internal, dan juga untuk kepentingan kita sendri sebagai pengelola keuangan, maka sebaiknya semua transaksi pengelolaan uang muka dilakukan melalui bank.

Kenapa ? Pertama.Kas Kecil adalah jumlah yang biasanya dipatok sejumlah pagu tertentu dan dikelola dengan sistem imprest fund, dan dibatasi untuk penggunaan tertentu, dengan besaran pengeluaran transaksi yang sudah ditentukan.

Misal : Kas Kecil dijaga dengan pagu Rp 1.000.000, dibatasi untuk keperluan rumah tangga kantor dan biaya operasional yang besar pengeluarannya masing-masing tidak boleh melebihi Rp 200.000 per transaksi. Di atas Rp 200.000, harus dikeluarkan melalui bank. Kas Kecil akan diisi kembali untuk menjaga pagunya tetap Rp 1.000.000 ketika saldonya sudah di bawah Rp 250.000 misalnya.

Kenapa pengeluaran transaksi Kas Kecil dibatasi di bawah Rp 200.000 ? Jawabnya jelas, karena prosedur otorisasi pengeluaran melalui Kas Kecil dan Bank berbeda. Otorisator pengeluaran Kas Kecil ada di Kasir, sedangkan otorisator pengeluaran bank biasanya ada pada Manajer Keuangan dan Direktur.

Kembali ke masalah uang muka, maka pengeluaran uang muka sebaiknya melalui bank dan bukan melalui kas kecil.

Alasan kedua adalah bahwa satu-satunya catatan obyektif mengenai lalu lintas keuangan kita ada di pihak Bank. Rekening Koran Bank adalah dokumen yang sangat membantu kita untuk memeriksa kehandalan catatan pembukuan kita.

Untuk kemungkinan ‘PJUM = UM’ maka tidak ada masalah kelebihan atau kekurangan UM. Tapi bagaimana jika ‘PJUM < UM’ dan ‘PJUM > UM’?

Jumlah kelebihan atau kekurangan uang muka kadang berjumlah kecil, misalnya kelebihan Rp 50.125. Atau kekurangan Rp 12.000 saja. Apakah bisa kemudian kelebihan uang muka tersebut diterima sebagai penerimaan kas kecil? Atau apakah bisa kekurangan uang muka diambil saja dari dana kas kecil?

Sebaiknya tidak.

Untuk kepentingan pengendalian internal, dan juga untuk kepentingan kita sendri sebagai pengelola keuangan, maka sebaiknya semua transaksi pengelolaan uang muka dilakukan melalui bank.

Memang terlihat pola ini menyulitkan bagi kita, tapi pada akhirnya nanti, juga untuk keperluaan tracing pihak auditor, pola ini yang akan paling pas membantu kita. Seluruh pergerakan uang muka per transaksinya, keluar masuknya, akan terpantau dengan baik dan akan terdokumentasikan dengan back up catatan dari Rekening Koran bank.

Apakah bisa transaksi pengeluaran uang muka, pembayaran kelebihan uang muka dan penerimaan pengembalian uang muka melalui bank bisa digabung-gabung transaksinya? Jawabnya, sekali lagi, sebaiknya tidak. Sebaiknya semua detil transaksi dilakukan terpisah, dengan menggunakan cek terpisah.

Masalah yang kemudian muncul adalah: jika polanya seperti itu, sedangkan seperti kita pahami di awal, bahwa pengelolaan uang muka adalah bagian utama siklus keuagan NGO, maka kita kemudian akan boros dalam menggunakan cek. Misanya untuk pengeluaran sebesar Rp 50.125 saja kita harus menggunakan selembar cek yang jika dinominalkan seharga Rp 4.000 (biasanya biaya cek adalah Rp 100.000 per buku dengan isi 25 lembar per buku).

Bagaimana kondisi ini sebaiknya disikapi? Ada lembaga yang kemudian menyusun kesepakatan dengan bank, yang kemudian satu cek saja bisa untuk sekian transaksi yang rinciannya dilampirkan di belakang cek, namun catatan di rekening korannya tetap terinci sesuai lampiran bukan digabung sejumlah nilai cek.

Atau ada pengelaman lain dari rekan-rekan? Silahkan…

Artikel selengkapnya (seri 1 – 4) bisa diunduh dalam format pdf disini.